BukaStudio #2 (Ruang Khalayak) -Ruang Khalayak Adalah Tubuh Manusia-
Hingga hari ini, kita harus melihat
bagaimana kebebasan berekspresi di masyarakat kita belum mencapai gambaran yang
kita cita-citakan. Individu maupun kelompok yang bermaksud mengungkapkan
jatidiri mereka, keyakinan maupun daya kesenian mereka, keruang-ruang yang
melibatkan khalayak, ke ruang khalayak, masih terus berbentur. Ruang khalayak
yang seharusnya menjadi "hak kita bersama" diklaim seolah menjadi
"hak milik" kelompok ataupun Institusi tertentu.
Kebebasan berekspresi menghadapi
tantangan lain yang tak kalah menggelisahkan ; kebebasan berekspresi kerap
hanya berhenti pada ruang-ruang privat, dimana hanya kaum tertentu yang dapat
menikmati karya-karya seni yang semakin tersudut pada ruang-ruang privat para
kolektor. Padahal seorang yang berkarya nyaris selalu memaksudkan
karya-karyanya untuk dinikmati khalayak, dan dengan kata lain sesungguhnya
semua orang yang berkarya rindu kepada khalayak
.
.
Oleh karena itu, untuk mencapai
masyarakat terbuka, penguatan akan kebebesan berekspresi semata-mata tidaklah
cukup. Masyarakat terbuka hanya dimungkinkan dengan hadirnya ruang-ruang
khalayak yang mewadahi kebebasan berekspresi, komunikasi, serta interaksi
sosial antara masyarakat. Karena sesungguhnya ruang berekspresi yang dikemas
sebaik apapun tidak akan optimal tanpa adanya ruang khalayak.
Ruang
khalayak sendiri adalah nama lain dari ruang publik. Pengertian publik ialah
sejumlah orang yang memiliki minat dan kegemaran yang sama, terlepas dari
pendapat yang sama. Sedangkan pengertian ruang publik itu sendiri adalah ruang terbuka yang mampu
menampung kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara
terbuka. Ruang ini memungkinkan terjadinya pertemuan antar manusia untuk saling
berinteraksi. Karena pada ruang ini seringkali timbul berbagai kegiatan
bersama.
Dalam diskusi kali ini,
Marco Kusumawijaya yang menjadi narasumber sekaligus mencerahkan kita semua
mengenai ruang khalayak dalam konteks perkotaan. Marco merupakan seorang
arsitek lulusan Universitas Katolik Parahyangan sekaligus Founder RUJAK. Berdasarkan pada pemahaman yang saya tangkap dalam
diskusi kali ini, bahwa Ruang Khalayak adalah Tubuh Masyarakat.
Ruang Khalayak adalah Tubuh
Masyarakat.
Ruang khalayak yang
sungguh-sungguh fisik tak tergantikan. Ruang ini memungkinkan masyarakat
mewujudkan dirinya, dari waktu ke waktu, menjadi tubuh yang bagian-bagiannya
saling kenal dan berhubungan. Pada saat yang sama, ia juga melatih kepekaan
masyarakat dalam menghargai kemajemukan yang tak tergantikan sebagai sumber
inspirasi dan kekayaan masyarakat yang sehat. Kenyataan inilah yang dianggap
sebagai ancaman oleh rezim otoriter. Ia tak ingin masyarakat mewujudkan menjadi
tubuh, karena hal itu akan memaparkan kenyataan yang mungkin lain dari citra
yang terlihat secara sepihak. Karena itu selama bertahun-tahun di masa Orde
Baru, ruang khalayak "dimatikan", dibuat seindah mungkin untuk
dipandang, tetapi tidak memiliki isi.
Setiap masyarakat yang berkumpul
diluar kehendak rezim dianggap sebuah ancaman, justru karena itu adalah unjukan
bahwa masyarakat itu "ada", karena nyatanya memiliki
"tubuh", dan itu hanya mungkin di ruang terbuka yang sungguh terbuka,
bukan yang tertutup. Tanpa ruang demikian, tak ada momen bagi masyarakat
menjadi tubuh. Kalau ruang khalayak bukan untuk itu, maka ia tak punya pondasi,
paling jauh hanya akan menjadi objek visual saja. Dan terkadang hanya diisi
parade yang bersponsor dan direkayasa seperti suatu pertunjukan teater.
Dalam konteks perkotaan, ruang-ruang
khalayak muncul dalam berbagai bentuk. Ada ruang-ruang khalayak yang sifatnya
terbuka dan bisa dicirikan dalam betuk ruang yang fisik, ada pula yang sifatnya
tertutup. Sebagai contoh ruang khalayak terbuka meliputi taman kota, alun-alun,
jalan raya, trotoar dan lainnya. Sedangkan salah satu bentuk ruang khalayak
yang tertutup ialah museum. Ruang khalayak bukan hanya sebuah desain, tapi juga
sebagai gagasan pemikiran untuk merubah lebih baik. Namun kita tahu,
ruang-ruang khalayak kita menghadapi ancaman dan tantangan yang serius, baik
dari segi ketersediaan, dan isu-isu lain terkait kapitalisasi.
Ruang-ruang terbuka di perkotaan
tidak saja kurang secara kuantitas, melainkan banyak dari ruang khalayak yang
telah dialihfungsikan bahkan dihilangkan. Sebagai contoh yang sangat
mudah, kita sering melihat ketika jalan
raya diperlebar maka itu berarti jalan aspalnya yang diperlebar sedangkan
trotoar menyempit. Bagaimana ruang khalayak yang menjadi perspektif sosial
dialihkan menjadi ruang aspal yang pasif, meskipun terlihat jalan raya begitu
sibuk dengan "kuda mesin" yang melintas. Padahal trotoarlah ruang
aktif secara interaksi sosial.
Pemahaman mengenai pentingnya ruang
khalayak harus terus di pupuk didalam diri masyarakat, karena ruang khalayak
adalah ruang bersama bagi kita untuk berekspresi dengan sebebas-bebasnya.
Menciptakan, membangun, merawat ruang khalayak bukanlah pekerjaan yang memakan
waktu singkat, banyak tantangan dan kekuatan perusak yang terus datang silih
berganti. Tapi pekerjaan menjaga dan menciptakan ruang khalayak harus terus
dilakukan karena ruang khalayak adalah tubuh dari masyarakat, yang tanpanya
kebebasan berekspresi akan sulit berkembang.
Komentar
Posting Komentar