PERANG PANDAN
Mungkin beberapa orang sudah sering berlibur dan berwisata di
pulau Bali, namun sebagian besar turis atau pelancong yang datang ke Bali hanya
tertarik datang ketempat yang sudah familiar seperti kuta, sanur, nusa dua,
seminyak, ubud, dan lain-lain. Bali memang tidak pernah kehabisan pesona nya
untuk ditawarkan kepada setiap orang yang menjejakan kakinya dipulau yang nan
indah ini. Mulai dari perpaduan budaya dan agama Hindu yang sangat kental,
hingga toleransi beragama yang berjalan dengan sangat baik. Tidak lupa juga
keindahan alam yang ditawarkan kepada setiap pengunjung yang berlibur disini.
Baik itu alam pengunungan dengan udara
sejuknya maupun suasana pantai yang santai. tidak salah maka dalam tahun 2014
ini bali di tunjuk sebagai tuan rumah 3 sampai 5 kegiatan internasional,
event-event tahun biasanya mulai digelar pada bulan-bulan penghunjung tahun,
seperti Sanur village festival, kuta karnival, nusa dua fiesta, ubud jazz
festival dan lain-lain. tapi kali ini
saya akan mencoba membahas tentang sebuah PERANG yang ada dibali, tepatnya
beradanya dibali bagian timur yaitu desa Tengganan, kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem.
Tiga jam
berkendara dari Rumah Intaran bersama mbak lintang menuju desa Tengganan yang berada dibagian Timur Pulau Bali,
capek lelah, letih, dan lesu bercampur ketika
harus berkendara sekian lama, namun semua itu sirna ketika tampak pemandangan yang menemani kami disepanjang jalan, mulai
dari daerah pesisir pantai, pegunungan, hingga
daerah persawahan yang memiliki kontur yang sangat menarik. Tepat pukul
12 WITA kami tiba di festival perang pandan. Kerumunan orang menyambut
kedatangan kami disana, di salah satu sisi kerumunan merupakan tempat permainan
tradisonal di sana, permainan ini dimainkan dengan cara menebak gambar yang
akan keluar dengan menaruh uang taruhan diatas gambar. Namun dari sekian banyak
bangunan yang ada di desa, ada dua bangunan yang serupa yang membuat saya
terpukau, sebuah permainan asli dari desa tersebut berupa ayunan raksasa yang
berada di tengah lapangan yang memiliki struktur dan konstruksi dari kayu yang
sangat mengagumkan. Dan di sisi keramaian yang lain ialah para pemuda yang
bersiap untuk turun sebagai petarung di acara perang pandan tersebut.
Perang ini bukan
seperti perang pada umumnya, dimana perang pada umumnya seseorang membunuh atau melukai lawannya demi suatu tujuan,
namun tujuan perang yang satu ini adalah memberikan penghormatan kepada bhatara
Indra (dewa perang). dimana perang ini
bersenjatakan tameng atau penangkis dan seikat pandan sebagai senjatanya.
perang ini bukan perang keroyokan dimana semua orang bisa saling gosok, dalam
perang ini peraturannya hanya ada 2
orang laki-laki yang saling menggosokan pandan di punggung lawannya, tanpa ada perasaan dendam dan
ingin menyakiti lawannya setelah perang.
Sebelum acara
puncak digelar, ada sebuah iring-iringan/pawai yang merupakan para petarung
dengan gadis-gadis desa yang cantik memakai pakaian adat dipimpin seorang pria
tua mengelilingi desa sebanyak 3 kali. Di setiap mereka melewati panggung arena
perang, pemimpin pawai yang merupakan pria tua menunjukan aksi kekuatan tubuh
dengan menusuk-nusukan semacam keris ke dada, tangan leher dan anggota tubuh
lainnya. Setelah aksi pawai keliling sebanyak 3 kali, dengan diawali suara
musik dari atas panggung acara perang pandan pun dimulai.
Satu persatu
pemuda-pemuda desa mulai naik silih berganti untuk ikut berpartisipasi dalam
acara ini, dengan bekal sebuah perisai rotan ditangan kiri dan seikat pandan
ditangan kanan sebagai senjata, mereka mulai "menari" memainkan
senjata mereka ke musuh yang ada di hadapan mereka. Hanya pemuda yang berani,
dan tidak menimbulkan kerusuhan yang dapat bermain di atas panggung. Tidak ada
perasaan dendam yang terlintas di wajah setiap para pemuda yang sudah terluka
dan berlumuran darah yang diakibatkan oleh serangan-serangan dari musuh, hanya
senyuman dan tawa yang menghias di wajah mereka.
Pertempuran ini
tidak berlangsung lama, mungkin kurang dari 1 menit. Selesai satu pertandingan
langsung disambung dengan pertandingan lainnya, ini dilakukan secara bergilir
(kurang lebih 3 jam). Selesai acara utama semua pemuda yang terluka akan dioles
dengan ramuan khusus berwarna kuning yang sangat ampuh untuk menyembuhkan luka.
Adat istiadat
harus kita junjung tinggi karena merupakan citra diri juga melambangkan harga
diri akan suatu negeri. Adat istiadat jangan sampai hilang agar orang tahu dari
mana kita berasal. Bali pulau dewata menampilkan berbagai macam keindahan nan
menawan.
Komentar
Posting Komentar