BukaStudio Dadakan #1 (Architecture As An Event)


            Dewasa ini pembangunan sedang pesat-pesatnya terjadi di setiap sudut-sudut kota, dengan pembangunan yang merajalela tanpa memikirkan efek dari pembangunan tersebut terhadap lingkungan dan alam sekitar.  Praktik Arsitek profesional lebih banyak mebangun bangunan yang bersifat masif dan tidak peduli dengan permasalahan yang timbul atau yang sudah ada. 

            Terkadang permasalahan yang ada tidak hanya dilihat dari faktor bangunan saja, melainkan faktor-faktor lainnya yang jarang sekali kita sadari. Seperti kutipan yang ada di buku Kritik Arsitektur karya Avianti Armand bahwa "Kita sering lupa bahwa yang tak terlihat itulah justru hakikat arsitektur yang sesungguhanya". Dan pada diskusi kita kali ini, kita akan membongkar hal-hal yang menyangkut arsitektur yang selama ini belum kita sadari.

            BukaStudio kali ini mengangkat tema "Architecture As An Event". Tema diskusi kali ini mengajak kita untuk berpikir bahwa arsitektur itu tidak hanya berdasarkan luasan, panjang, lebar ataupun tinggi, melainkan sebuah 'momen' yang selama ini tanpa kita sadari bahwa itu juga termasuk arsitektur itu sendiri.

            Pembicara kali ini adalah Mas Reza Afisina, yang lebih akrab dipanggil Mas Asung. Beliau merupakan salah satu Artist Performe dari RuangRupa Jakarta. Pada bahasan diskusi ini Mas Asung memberikan begitu banyak pemahaman dan pencerahan berkaitan dengan Performance Art melalaui kacamata beliau yang berkaitan dengan kaidah-kaidah berarsitektur, namun penyampaian Mas Asung sendiri lebih banyak menggunakan perumpamaan dari aktivitas seni itu sendiri, karena mungkin latar belakang beliau yang lebih banyak berkutat dalam dunia seni.


Kalau berdasar pada pemahaman yang saya tangkap dari diskusi ini, Performance Art adalah bagian dari pengolahan medium untuk berekspresi juga. Sama halnya seperti beberapa pendekatan medium karya seni lain, seperti teater, tari, musik, terapan sampai ke media baru, melalui batas-batas ruang teritori yang dibuat oleh tubuh kita.

            Yang menarik dari medium Performance Art adalah adanya bahasan tentang karya yang berbasis waktu, time based art. Jadi kontrol wilayah waktu, ruang, bentuk dan hal-hal yang personal, Mas Asung memberikan contoh semisalnya, dapat hadir pada saat yang bersamaan dan LIVE!Makanya dalam hal preserfasinya melalui media perekaman, seperti foto dan/atau vidio juga audio atau bentuk yang tertulis seperti sketsa dan/atau skrip. Memahami dari penjelasan beliau, saya memiliki perspektif sendiri menanggapi waktu ataupun momen dalam arsitektur. Contoh yang paling mudah mungkin ketika kita mengamati cahaya matahari sebagai analisis sebelum mendesain satu bangunan, seperti pada paragraf ketiga yang saya tulis, bahwa arsitektur itu bukan hanya batas fisik antara luasan persegi, ataupun lebar dan panjang bangunan, namun sebuah 'momen'. Kembali ke contoh, bahwa setelah mendapat pengamatan matahari, maka kita akan mendesain tempat jatuhnya matahari dengan intensitas yang cukup tinggi menjadi tempat menjemur pakaian atau mungkin taman, dan kita pasti menghindari letak kamar yang terpapar langsung oleh matahari.

            Momen-momen ini mungkin adalah bagian dari arsitektur itu sendiri. Arsitektur yang bukan berbentuk fisik, tapi arsitektur yang membentuk ruang dari batas-batas teritory tubuh kita untuk merespon suatu koneksi yang kita rasakan.

Komentar

Postingan Populer